Minggu, 10 Juni 2018

Dinasti Delhi Part II



Kesultanan Delhi Part II
Assalamualaiakum sahabat blog miracle of islam, kembali lagi di blog ini yang tiap bulannya akan membahas secara detail dinasti-dinasti islam yang pernah berdiri di dunia. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas kesultanan Delhi yang berdiri di India. Pada postingan sebelumnya, kita telah membahas Dinasti Islam pertama di India yaitu, Dinasti Mamluk. Pada kesempatan kali ini kita kan membahas dinasti Islam kedua di India yaitu, Dinasti  Khalji.  Dinasti Khalji; Akhir Supremasi Turki di India



Dinasti Khalji berasal dari nama Khalj, yang merupakan daerah pegunungan di Afganistan. Perlu diketahui bahwa beberapa abad sebelumnya orang-orang berkebangsaan Turki sudah menetap disana. Mereka sangat berjasa dalam Islamisasi di India. Kita telah mengetahui bawah sebelum berdirinya dinasti Khalji di India, Dinasti Mamluk sudah berdiri lebih awal dan berkuasa. Pada tahun 1287 M, Kaikobad diangkat menggantikan Balban yang merupakan sultan dari dinasti Mamluk, akan tetapi Kaikobad tidak mampu memangku kedudukannya sehingga ia hanya menjadi boneka pejabatnya. Sultan muda ini lebih suka berfoya-foya dan tidak berpengalaman dalam hal administrasi negara sehingga segera kehilangan semua kendali urusan negara. Melihat itu, para pembesar istana pun bersekongkol mengkudetanya lalu menggantikannya dengan putranya, Kaimus (1289 M) yang baru berusia tiga tahun, agar pemerintahan tidak keluar dari garis keturunan Balban.  Kepemimpinan Sultan Kaimus tidak menjanjikan harapan bagi keberlangsungan Dinasti Mamluk, hingga berakhir di tangan klan Khalji dengan tampuk kepemimpinan dipegang oleh Jalaluddin Firuz yang berhasil melepaskan Kesultanan Delhi dari pengaruh bangsawan Turki. Kedudukannya diambil oleh Jalaluddin Firuz yang berhasil menduduki Delhi dan merebut kekuasaan sultan tahun 1290 M, kerajaan Islam pasca budak-budak Turki tersebut digantikan oleh orang-orang Turki Khilji, berdirilah Dinasti Khalji dengan sultan pertamanya Malik Firuz, ia naik tahta dengan gelar Jalal Ad-Din Firuz Khalji (1290-1296).
Beriku raja-raja dinasti Khalji
Jalaluddin Firuz (1290–1296)
Jalaluddin telah berusia 70 tahun ketika mengambil alih kekuasaan Kesultanan Delhi. Dia sebenarnya masih memliki hubungan kekerabatan dengan sultan Balban dan Sultan Kaikobad memberikan kepercayaan kepadanya untuk menjadi wakilnya. Sampai akhirnya dia berhasil menjadi sultan pada tahun 1290 M. Transisi kekuasaan ini dikenal dengan Revolusi Khalji.

Selama enam tahun masa pemerintahannya, kelonggarannya dalam pengurusan negara menyuburkan arus perampokan dan pemberontakan. Jalaluddin juga gagal melawan invasi Mongol dan gagal merebut benteng Ranthambor dari Rajput. Kegagalan-kegagalan ini menandai bahwasanya dia tidak layak menjadi penguasa. Akhirnya, keponakannya yang juga menantunya bernama ‘Alauddin naik tahta dengan cara membunuhnya.



Alauddın Khaljı (1296–1316)
Alauddin merupakan penguasa ambisius, kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah India, termasuk Deccan yang bahkan penguasa sekaliber Mahmud Ghaznawi, Mu’izzuddin Ghuri dan Balban tidak dapat menembus wilayah tersebut disebabkan kondisi alamnya yang sulit. Oleh karena itu, Alauddin juga dijuluki “sang penakluk Asia”.

Untuk memahami sepenuhnya sistem pemerintahan Alauddin harus melihat kembali pada abad ketiga belas dan mencatat tren sosial-ekonomi yang cukup menonjol. Motif yang menarik adalah kontinuitas lembaga. Tidak hanya dengan memungut pajak menggunakan metode konvensional India (terutama sistem bagi-hasil) yang sebagian besar tidak berubah oleh penguasa baru akan tetapi juga ada agen pemungut pajak, rais (kepala), chaudkris (kepala Parganas yaitu masyarakat desa) dan patwaris (akuntan desa) sebagian besar masih dipertahankan. Penguasa-penguasa baru yang mengambil alih lahan-lahan yang teramat luas kekurangan tenaga kerja dan membutuhkan dana. Pajak pendapatan dipertahankan dalam jumlah yang rendah yaitu seperlima dari penghasilan,  sedangkan pedesaan-pedesaan tidak terganggu.

Pada awal pemerintahannya, sejumlah pemberontakan membuatnya mengambil tindakan segera untuk mencegah masalah lebih lanjut. Pertama, dalam rangka mempertahankan dirinya dia meminta semua informasi penting di ibukota dan provinsi, dan memperkuat departemen Intelejen.  Dia juga menindak gagasan yang mengatakan bahwa ‘kekayaan identik dengan pemberontakan”, dia mengekstrak kekayaan sebanyak mungkin dari rakyatnya. Dia menuntut pajak penuh dari kepala desa sedangkan pajak untuk petani ditingkatkan. Akhirnya, dalam rangka untuk menahan para bangsawan dari persekongkolan untuk melawannya, dia mengeluarkan aturan ketat yang melarang mereka berkumpul atau mengadakan pesta pernikahan tanpa izin kerajaan.

Di bidang militer, Alauddin memiliki prestasi dalam dua kategori: perang melawan invasi Mongol dan penaklukan wilayah-wilayah India yang belum tertundukkan. Sepanjang abad ketiga belas, bangsa Mongol sangat kuat sehingga bahkan seorang penguasa yang kuat seperti Balban harus membuat kebijakan defensif dan menerima garis perbatasan yang tidak terlalu menguntungkan. Alauddin menghadapi dua serangan Mongol di Delhi, termasuk pengepungan kota; tetapi pada dua kesempatan ini, Mongol mundur. Invasi Mongol kemudian diarahkan ke  Punjab dan lembah Gangga yang juga dikalahkan. Oleh karena itu pada akhir dekade pertama pemerintahannya, dia memberikan kepastian perlindungan dari agresi eksternal ke arah kekuasaannya. Kematian Duwa Khan penguasa Chaghatayid dari Transoxania pada tahun 1306 berpengaruh terhadap penurunan tekanan Mongol di India.

Selama dua puluh tahun pemerintahannya, dipenuhi dengan aktivitas militer dan penundukan-penundukan wilayah sekitar. Akuisisi wilayah ini digolongkan menjadi tiga bentuk yaitu pemulihan wilayah, penyerangan dan penaklukan daerah baru dan terakhir  penundukkan daerah tanpa paksaan. Tujuan utama dari ini semua adalah memperoleh upeti sebanyak mungkin sehingga memakmurkan kesultanan Delhi dan mengamankan kedaulatan kesultanan Delhi.

Pada masa Alauddin tradisi Iqta’ yaitu pemberian tanah kepada pejabat negara sebagai pengganti gaji diminimalisir hanya untuk posisi-posisi tertentu seperti pejabat negara yang banyak berjasa bagi kesultanan Delhi.

Alauddin adalah sultan pertama yang benar-benar serius merencanakan reorganisasi sistem pendapatan diantaranya untuk memaksimalkan pendapatan pemerintah, untuk menyamakan beban pajak di setiap sektor penduduk pedesaan, dan untuk meminimalkan bahaya pemberontakan oleh para bangsawan dan ketidakpuasan masyarakat. Dia juga yang memperkenalkan aturan pengukuran tanah.

Sepeninggalan Alauddin, berturut-turut dua sultan bernama Mubarak Khalji dan Khusru menggantikannya. Akan tetapi kesultanan mengalami krisis akibat ketidakmampuan mereka memimpin negara dengan benar.