Minggu, 09 Juli 2017

Dinasti Samaniyah

Assalamualaikum sahabat blog miracle of islam, pada kesempatan kali ini saya akan membahas kembali dinasti Islam yang pernah berdiri. Semoga sahabat blog tidak bosan dengan sejarah tentang berdirinya dinasti islam di dunia. Kali ini saya akan membahas dinasti Samaniyah. Dinasti Samaniyah memiliki kesamaan dengan dinasti Aghlabiyah yang terletak Maroko, yakni berdiri pada saat dinasti Abbasiyah masih berkuasa. Meskipun dinasti ini berdiri, akan tetapi dinasti Samaniyah masih tunduk kepada pemerintahan dinasti Abbasiyah yang terletak di Baghdad. Dinasti Samaniyah terletak di sebelah timur Baghdad ini berdiri pada tahun 203 H/819 M - 395 H/1005 M. Dinasti Samaniyah dikenal juga dengan dinasti pertama di Iran Raya dan Asia tengah.






Nama dari dinasti Samaniyah berasal dari kakek khalifah pertama dinasti Samaniyah (Khalifah Ahmad bin Asad bin Saman) yakni Saman khuda yang merupakan keturunan bangsawan terkenal di Balkh. Sejarah mencatat bahwa Saman Khuda memeluk agama Islam pada masa ke khalifah Hisyam bin Abdul Malik (Khalifah kesepuluh dinasti Ummayah). Setelah Saman Khuda memeluk agama islam, keturunan nya pun mengabdikan diri kepada penguasa-penguasa Islam. Hal ini terus berlangsung hingga pada Masa Khalifah Al-Ma’mun (Khalifah Abbasiyah ketujuh). Pada saat Khalifah Al-Ma’mun berkuasa (198-218 H/813-833 M) terdapat empat orang cucu keturunan Saman Khuda memiliki kekuasaan penting pada pemerintahan Abbasiyah. Keempat cucu tersebut yaitu :
1.      Ahmad bin Asad yang menjadi Gubernur Farghana (Turkistan) dan Transoksania.
2.      Ilyas yang menjadi Gubernur di Harat, Afghanistan
3.      Nuh yang menjadi Gubernur di Samarkhand
4.      Yahya bin Asad yang menjadi Gubernur di Asyrusanah (daerah utara Samarkhand) serta Shash
Perlu diketahui dari keempat cucu tersebut, Ahmad bin Asad lah yang merintis berdirinya dinasti Samaniyah di Farghana. Selama dinasti Samaniyah berdiri, dinasti ini memilik dua belas khalifah yang pernah memimpin dinasti ini. Mereka itu adalah :
1.      Ahmad bin Asad yang merupakan Gubernur Farghana (204 H/819M)
2.      Nasr bin Ahmad yang merupakan salah satu orang kepercayaan pemerintahan dinasti Abbasiyah sekaligus putra dari Ahmad bni Asad (250H/864M). Nasr bin Ahmad dapat dikatakan sebagai pendiri dinasti Samaniyah yang sebeneranya. Hal ini dikarenakan Nasr bin Ahmad diberi kepercayaan oleh khalifah ke Al-Mu’tamid untuk memerintah seluruh daerah Khurasan dan Transoksania.   Philip K. Hitti pun mengungkap kan berdirinya dinasti terjadi pada masa Nasr bin Ahmad. Philip K. Hitti berkata :

“The Samanids of Transoxiana and Persia (874-999) were descendend from Saman, a Zoroastrian noble of Balkh. The fouder of the dynasty was Nasr Ibn Ahmad. (874-92), a great grandson of Saman, but the one who established its power was Nasr’s brother Ismail (892-907), who in 900 wrested Khurasan from Tahirids, the Samanids uder Nasr II Ibn Ahmad (913-43), fouth in the line, extended their kingdom to its greatest limits, including under their sceptre Sijistan, Karman, Jurjan, Ar-Rayy and Tabaristan.”

Selain itu yang melatar belakangi berdirinya dinasti ini adalah kecenderungan masyarakat Iran untuk melepaskan diri dari Baghdad. Pada masa Nasr bin Ahmad, Ibu Kota Dinasti Samaniyah terletak di Khurasan sebelum akhirnya dipindahkan ke Bukhara oleh saudara nya, yakni Ismail bin Ahmad.
3.      Ismail bin Ahmad yang juga merupakan anak dari Ahmad bin Asad dan juga salah seorang kepercayaan pemerintah dinasti Abbasiyah (279H/892M). Ismail bin Ahmad yang semula dijadikan gubernur Bukhara oleh Khalifah Al-Mu’tamid. Pada masa kepempimpinan Ismail bin Ahmad ibu kota dinasti Samaniyah yang awalnya terletak di Khurasan di pindahkan ke Bukhara. Terdapat 3 hal penting yang dilakukan oleh Ismail bin Ahmad selama menjadi Khalifah, yaitu :
·         Memperkukuh kekuasaan serta mengamankan wiayah kekuasaannya dari suku Turki.
·         Membenahi administrasi pemerintahan.
·         Memperluas wilayah hingga ke Rayy (Iran) dan Tabaristan (Iran).
Khalifah Ismail bin Ahmad dikenal sebagai khalifah yang mencintai imu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dimana ia sangat memuliakan ilmuan. Selain itu Ismail bin Ahmad merupakan sosok yang adil terhadap rakyatnya.
4.      Ahmad bin Ismail (295 H/907 M), merupakan putra dari Ismail bin Ahmad.
5.      Al-Amir as-Sa’id Nasr II (301 H/914 M), merupakan putra dari Ahmad bin Ismail. Pada masa kepempimpinannya, ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan hingga Sijistan, Karman, Jurjan,Tabaristan, Khurasan dan Transoksania. Al-Amir as-Said Nasr II merupakan khalifah terakhir yang mampu melakukan perluasan wilayah, karena khalifah-khalifah setelah tidak mampu melakukan hal tersebut.
6.      Al-Amir al-Hamid Nuh I (331 H/943 M)
7.      Al-Amir al-Mu’ayyad Abdul Malik I (343 H/954 M)
8.      Al-amir as-Sadid Manshur I (350 H/961 M)
9.      Al-Amir ar-Ridha Nuh II (365 H/976 M)
10.  Mansur II (387 H/997 M)
11.  Abdul Malik II (389 H/999 M)
12.  Ismail II Al-Muntashir (390-395H/1000-1005 M)


Pada saat dinasti Samaniyah berdiri terdapat banyak sekali kemajuan-kemajuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Selain itu terdapat pula tokoh-tokoh terkenal dalam dunia pengetahuan, seperti Ibnu Sina, Al-Firdausi,Ummar Kayam, Al-Bairuni dan Zakaria Al-Razi. Seperti halnya dinasti Abbasiyah, dinasti Samaniyah juga sangat maju dalam hal ilmu pengetahuannya baik itu ilmu sains maupun ilmu keislaman. Hal ini dapat ditunjukan dimana buku-buku yang terdapat di perpustakaan dinasti Samaniyah (Bukhara) tidak dapat dijumpai di tempat lain. Ini menunjukan bahwa betapa tingginya peradaban umat manusia pada masa dinasti Samaniyah.
Setelah satu setengah abad dinasti Samaniyah berdiri, terdapat tanda-tanda keruntuhannya. Hal ini disebabkan oleh sikap fanatic kesukuan yang cukup tinggi. Dimana ketika imigran Turki berada dalam posisi pemerintahan, di turunkan karena faktor kesukuan. Hal ini yang mendorong bangsa Turki menyerang dinasti ini. Pada saat penyerangan, Khalifah terakhir dinasti Samaniyah yakni Ismail II Al-Muntashir tidak mampu mempertahankan wilayahnya.