Kamis, 09 Maret 2017

Dinasti Abbasiyah



Assalamualaikum sahabat setia pembaca blogger  miracle of islam, kali ini kita akan membahas tentang Dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti ke dua islam yang berdiri, yang mana sebelum Dinasti Abbasiyah berdiri, terdapat dinasti Ummayah yang kemudian pada masa khalifah Marwan II (Khalifah terakhir bani ummayah) mengalami kehancuran.
Pada artikel sebelumnya, telah sedikit di bahas tentang dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Dinamakan dinasti Abbasiyah karena pendiri serta para raja yang memimpin dinasti Abbasiyah adalah Al-Abbas yang merupakan paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah beridiri cukup lama yakni sekitar 524 tahun (132H – 656H) yang mana selama dinasti ini berdiri terdapat suatu masa yang merupakan masa kejayaan islam atau lebih dikenal dengan “The Golden age of  Islam”.
Pada masa kekhalifahan Ummar bin Abdul Aziz (khalifah ke-8 dinasti Ummayah), bani Abbas telah melancarkan aksi untuk merebut kekuasaan dari dinasti Ummayah. Bani abbas merasa bahwa kekhalifahan islam lebih berhak berada di tangan bani Abbas karena mereka merupakan keturunan yang paling dekat dengan Nabi Muhammad SAW sedangkan menurut mereka pula dinasti Ummayah berdiri karena merebut kekuasaan secara paksa yang dilakukan pada saat peran siffin. Gerakan perebutan kekuasaan diawali oleh Ibrahim al-Imam, Ali bin Abdullah bin Abbas dan Muhammad. Akan tetapi mereka semua mengalami kegagalan. Baru setelah Abu Abbas yang memimpin pergerakan barulah bani Abbas dapat merebut kekuasaan walaupun dengan adanya pertumpahan darah karena khalifah Marwan II terbunuh pada tahun 132H yang kemudian secara resmi terbentuklah dinasti Abbasiyah dengan Abu Abbas as-safah sebagai khalifah pertama dinasti Abbasiyah.



Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi lima periode yaitu :
1.         Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M)
Periode ini disebut periode pengaruh Persia pertama. The Golden Age of Islam terjadi pada periode ini, karena pada periode ini dinasti Abbasiyah mengalami puncak kejayaanya. Pada periode ini para khalifah tak hanya menjadi pusat kekuasaan politik tapi juga agama. Tak hanya itu, periode ini menjadikan masyarakat dinasti Abbasiyah menjadi makmur. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Diketahui pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid, dinasti Abbasiyah yang memiliki ibu kota di Baghdad menjadi pusat para pencari ilmu karena disana banyak sekali lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan dan juga pada saat itu dinasti Abbasiyah memiliki 1000 orang dokter. Setelah periode ini berakhir, dinasti Abbasiyah mengalami kemundurun di bidang politik meskipun ilmu pengetahuan terus berkembang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Dinasti Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pada perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah.
2.         Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334 H/ 945 M)
Periode ini disebut masa pengaruh Turki pertama. Untuk mengontrol kekhalifahannya Al-Ma’mun bergantung kepada dukungan Tahir, seorang bangsawan Khurasan yang sebagai imbalan diangkat sebagai gubernur di Khurasan (820-822) dan jenderal bagi seluruh pasukan Abbasiyah dengan janji bahwa jabatan ini akan diwarisi oleh keturunannya. Al-Ma’mun dan Al-Mu’tashim mendirikan dus kekuatan bersenjata yaitu; pasukan syakiriyah yang dipimpin oleh pemimpin lokal dan pasukan Gilman yang terdiri dari budak-budak belian Turki. Yang penting dicatat disini adalah kalau pada masa kejayaannya bani Abbas mendapat dukungan militer dari rakyatnya sendiri, pada masa kemunduran ini mereka bergantung kepada pasukan asing untuk dapat berkuasa atas rakyatnya sendiri, sehingga pemerintahan pusat menjadi lemah. .Masa-masa berikutnya sampai kedatangan kekuatan Bani Buwaih.
3.         Periode Ketiga (334 H/ 945 M – 447 H/ 1055 M)
Periode ini adalah periode masa kekuasaaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua. Abu Syuja’ Buwaih adalah seorang berkebangsaan Persia dari Dailam. Ketiga anaknya : Ali (‘Imad al-Daulah), hasan (Rukn al-Daulah), dan Ahmad (Mu’izz al-Daulah) merupakan pendiri dinasti Bani Buwaih. Kemunculan mereka dalam panggung sejarah Bani Abbas bermula dari kedudukan panglima perang yang diraih Ali dan Ahmad dalam pasukan Makan ibn kali dari dinasti saman, tetapi kemudian berpindah ke kubu Mardawij. Kemudian ketiga orang bersaudara ini menguasai bagian barat dan barat daya Persia, dan pada tahun 945, setelah kematian jenderal Tuzun (penguasa sebenarnya atas Baghdad) Ahmad memasuki Baghdad dan memulai kekuasaan Bani Buwaih atas khalifah Abbasiyah.
Dengan berkuasanya Bani Buwaih, aliran Mu’tazilah bangkit lagi, terutama diwilayah Persia, bergandengan tangan dengan kaum Syi’ah. Pada masa ini muncul banyak pemikir Mu’tazilah dari aliran Basrah yang walaupun nama mereka tidak sebesar para pendahulu mereka dimasa kejayaannya yang pertama, meninggalkan banyak karya yang bisa dibaca sampai sekarang. Selama ini orang mengenal Mu’tazilah dari karya-karya lawan-lawan mereka, terutama kaum Asy’ariyah. Yang terbesar diantara tokoh Mu’tazilah periode kebangkitan kedua ini adalah al-Qadi Abd al-jabbar, penerus aliran Basra setelah Abu Ali dan Abu Hasyim.
4.         Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/ 1194 M)
Periode ini adalah masa kekuasaan dinasti Bani Saljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah atau disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua. Saljuk (Saljuq) ibn Tuqaq adalah seorang pemimpin kaum Turki yang tinggal di Asia Tengah tepatnnya Transoxania atau Ma Wara’ al-Nahar atau Mavarranahr. Thughril Beg, cucu Saljuq yang memulai penampilan kaum Saljuk dalam panggung sejarah. Pada tahun 429/1037 ia tercatat sudah menguasai Merv. Kekuasaannya makin bertambah luas dari tahun ke tahun dan pada tahun 1055 menancapkan kekuasaannya atas Baghdad.
Tughril meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan digantikan kemenakannya Alp Arselan yang kemudian digantikan puteranya Maliksyah yang merupakan penguasa terbesar dari dinasti Saljuk. Sesudah itu bani Saljuk mengalami kemunduran sebelum kekuasan mereka di Baghdad pudar sama sekali pada tahun 552 H/ 1157 M. Dalam bidang keagamaan, masa ini ditandai dengan kemenangan kaum Sunni, terutama dengan kebijakan Nidham al-Muluk mendirikan sekolah-sekolah yang disebut dengan namanya Madaris Nidhamiyyah. Hal lain yang perlu dicatat dari masa ini dan masa sebelumnya adalah munculnya berbagai dinasti di dunia Islam yang menggambarkan mulai hilangnya persatuan dunia Islam di bidang politik. Seperti dinasti Fatimiyah lahir di Mesir (969) dan bertahan sampai tahun 1171. Dari segi budaya dan pemikiran keagamaan, terdapat berbagai wilayah dengan pusatnya sendiri yang masing-masing mempunyai peran sendiri dalam mengekspresikan Islam, sesuai dengan kondisi masing-masing. Misal, Andalus dan Afrika Utara mengembangkan seni yang mencapai puncaknya pada al-Hambra dan pemikiran filsafat denngan tokoh Ibn Tufail dan Ibn Rusyd.

5.         Periode Kelima (590 H/ 1194 M – 656 H/ 1258 M)
Periode ini adalah masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad. Sesudah Saljuk, para khalifah tidak lagi dikuasai oleh kaum tertentu. Tetapi, negara sudah terbagi-bagi dalam berbagai kerajaan kecil yang merdeka. Khalifah al-Nashir (1180-1255) yang berusaha untuk mengangkat kewibawaan kekhalifahan Abbasiyah. Untuk itu ia mencari dukungan atas kedudukannya dengan bekerja sama dengan suatu gerakan dari orang-orang yang memuja Ali. Dari kalangan pengrajin dan pedagang meyakini Ali sebagai pelindung korporasi. Anggota dari gerakan ini bertemu secara teratur, dan tidak jarang melakukan latihan-latihan spiritual dibawah pimpinan seorang pir. Al-Nashir menempatkan dirinya sebagai pelindung dari gerakan ini. Sementara itu, kekuatan Mongol Tartar mulai merayap dari arah timur dan pada tahun 656 H/1258 H, Hulagu dengan pasukannya memasuki Baghdad dan membunuh khalifah al-Musta’shim dan membunuh penduduk kota ini. Mereka menjarah harta, membakar kitab-kitab dan menghancurkan banyak bangunan. Dengan demikian berakhirlah kekhalifahan Bani Abbas di Baghdad.



Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran akibat dua factor, yakni factor internal serta external
Faktor Internal :
Dalm buku yang ditulis Abu Su’ud disebutkan faktor-faktor intern yang membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara lain :
1.      Adanya persaingan tidak sehat diantara beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab, Persia, dan Turki.
2.      Terjadinya perselisihan pendapat diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan darah.
3.      Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat perpecahan sosial yang berkepanjangan.
4.       Akhirnya terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.


Faktor External :
Selain factor internal terdapat juga factor external yang memengaruhi kemunduran dinasti Abbasiyah yaitu adanya serangan bangsa mongol yang merupakan bangsa dengan penunggang kuda terbaik pada masa itu dan juga merupakan bangsa yang menjadi musuh cina. Serangan bangsa Mongol dapat menghancurkan dinasti Abbasiyah di Baghdad, mereka juga tak hanya membantai tentara kerajaan Abbasiyah tetapi juga rakyat. Dapat dikatakan kehancuran dinasti Abbasiyah di penuhi dengan darah


Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua.