Sabtu, 10 Juni 2017

Dinasti Aghlabiyah



Assalamualaikum sahabat blog miracle islam, pada kesempatan kali ini saya akan membahas salah satu dinasti yang berdiri pada zaman dinasti Abbasiyah. Pada kesempatan sebelumnya, seperti yang kita ketahui pada zaman dinasti Abbasiyah, muncul dinasti yang beraliran syiah yakni dinasti Idrisiyah yang terletak di Maroko. Dinasti ini dapat berdiri di karenakan Ibrahim Al – Aghlab berhasil menggagalkan dinasti Idrisiyah dalam melakukan penyerangan kepada dinasti Abbasiyah. Dinasti Aghlabiyah terletak di Afrika Utara. Perlu diketahui pada saat pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid, ia mengangkat Ibrahim Al- Aghlab sebagi Amir di wilayah tersebut pada tahun 800M. Karena Ibrahim Al-Aghlab sangat mahir dalam menjalankan roda pemerintahan serta menjaga hubungan dengan khalifah Harun Ar-Rasyid maka khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan kekuasaan kepada Ibrahim meliputi hak-hak otonomi seperti kebijakan politik hingga menentukan pengggantinya sebagai Amir. Sehingga berdirilah dinasti Aghlabiyah yang tetap mengakui kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad.
Dinasti yang terletak di Tunisia ini juga terkenal dengan armada angkatan lautnya yang hebat. Sehingga pada masa berdirinya dinasti ini, ia dapat menaklukan wilayah-wilayah seperti Italia Brindisi (836 M/221 H) Napoli (837M), Calabria (838 M), Toronto (840 M ), Bari (840 M) dan Benevento (840 M). Karena tidak tahan terhadap serangan berkepanjangan dari pasukan Aghlabiyah pada Bandar-bandar Itali, termasuk kota Roma, maka Paus Yonanes VIII (872– 840 M) terpaksa minta perdamaian dan bersedia membayar upeti sebanyak 25.000 uang perak pertahun kepada dinasti Aghlabiyah. Pasukan Aglabiyah juga berhasil menguasai kota Regusa di pantai Yugoslavia (890 M), Pulau Malta (869 M), menyerang pulau Corsika dan Mayorka, bahkan mengusai kota Portofino di pantai Barat Italia (890), kota Athena di Yunani-pun berada dalam jangkauan penyerangan mereka. Dengan keberhasilan penaklukan-penaklukan tersebut, menjadikan Dinasti Aglabiyah kaya raya, para penguasa bersemangat membagun Tunisia dan Sisilia.



Pada dasarnya dinasti Aghlabiyah berdiri guna menghancurkan dinasti Idrisiyah yang mengancam kewibawaan dinati Abbasiyah di Baghdad. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak ada satupun Amir dari dinasti Aghalabiyah yang berhadapan langsung dengan dinasti Idrisiyah di Maroko. Hal ini di karenakan meletus pemberontakan penduduk Tripoli (Libya) terhadap gubernur mereka. Ibrahim Al – Aghlab pun berangkat untuk memadamkan pemberontakan orang-orang Libiya tersebut. Setelah pemberontakan penduduk Libya mereda, muncul pula pemberontakan bangsa Barbar secara meluas di berbagai daerah di Afrika Utara. Hal ini membuat  Ibrahim Al – Aghlab memusatkan kekuatanya untuk meredakan dan menahan gejolak pemberontak. Ini lah yang menyebabkan Ibrahim Al – Aghlab tidak dapat menyerang langsung dinasti Idrisiyah di Maroko. Pada akhirnya usaha Ibrahim Al-Aghlab membuahkan hasil yang membuat penduduk Libya dan sebagian besar bangsa Barbar tunduk pada pemerintahannya. Pada tahun 811M, Ibrahim Al – Aghlab meninggal dunia pada saat masa kejayaannya. Setelah Ibrahim Al-Aghlab meninggal, Abdullah I menggantikan posisi ayahnya sebagai Amir. Akan tetapi Abdullah I tidak secakap ayahnya dalam menjalankan roda pemerintahan, ia bersikap keras dalam pengumpulan pajak serta tidak mau mendengar masukan para penasihat. Pada tahun 816 M, Abdullah I tewas terbunuh setelah memerintah selama 5 tahun.
Ia kemudian digantikan oleh putranya, Abdullah I (811-816), namun Abdullah tidaklah sekuat dan seadil bapaknya. Dia telah mengambil tindakan keras dalam pengumpulan pajak, tidak mengindahkan nasehat para penasehat hukumnya dan para ulama. Dia kemudian terbunuh secara misterius setelah hanya memerintah selama lima tahun.
Ziyadatullah I (816-837) mewarisi saudaranya, Abdullah I, sebagai penguasa Afrika Utara. Dia orangnya lebih cenderung memperhatikan nasehat para penasehatnya sebagaimana leluhurnya, dan karakteristik pemerintahannya relatif lebih stabil. Pada tahun 825 sebuah pemberontakan terjadi dipelopori oleh Mansur yang berhasil menghimpun beberapa pengikut dan mengancam Qayrawan. Namun, pada tahun berikutnya Ziyadatullah I berhasil mengalahkan Mansur, yang kemudian meninggal tidak lama setelah di penjara.
Kemakmuran yang dicapai oleh rakyat di bawah pemerintahan Ziyadatullah I, ditambah dengan tidak adanya perbedaan antara orang-orang Arab dan orang-orang Barbar, telah mendorong mereka untuk mencari tanah baru. Faktor ini turut membangkitkan semangat Bani Aglab untuk menduduki Sicilia dan sebagian besar Italia Selatan selama abad ke-9.
Pada tahun 827 Ziyadatullah menyerang Sicilia, di mana dia berhasil melumpuhkan pasukan Bizantium di awal 828 di Syracuse, dan selanjutnya tahun 830 di Palermo. Meskipun dengan berbagai kemenangan yang diraihnya di kota-kota tersebut, namun Aglabiyah tidak mampu mempertahankan jalur suplai mereka dengan Qayrawan, dan secara berangsur-angsur dengan terpaksa mereka melepaskan pendudukan mereka atas kota-kota tersebut.
Penaklukan dan pendudukan Aglabiyah terhadap Sicilia telah membentuk suatu pusat penting bagi penyebaran peradaban Islam ke Eropa-Kristen. Bahkan renaisans di Italia terjadi karena transmisi ilmu pengetahuan melalui pulau ini. Para penguasa Dinasti Aglabiyah juga merupakan pembangun-pembangun yang antusias. Misalnya Ziyadatullah I membangun kembali Masjid Raya Qayrawan dan Ahmad membangun Masjid Raya Tunis. Di samping itu, berbagai pekerjaan di bidang pertanian dan irigasi juga dilakukan, terutama di daerah-daerah selatan yang kurang subur.
Setelah Ziyadatullah I wafat pada tahun 837, lima penguasa Aglabiyah berikutnya secara berturut-turut berganti dengan cepat. Perselisihan internal dan pemberontakan lokal terus terjadi sampai pada masa Ibrahim I yang memangku jabatan pada tahun 874. Dia punya karakter yang lebih tegas dan murah hati, meluangkan banyak waktunya untuk mendengarkan keluhan-keluhan rakyatnya dan berusaha meringankan penderitaan mereka. Dia dengan murah hati memberikan sumbangan-sumbangan dan bantuan finansial yang tidak terikat kepada yang memerlukan. Oleh karena itu, masyarakat umum senantiasa berlomba-lomba memberi dukungan kepadanya selama dalam masa kritis. Puncak kemunduran dinasti Aghlabiyah adalah pada saat amir terakhir yakni Ziyadatullah III menjabat. Pada saat Ziyadatullah III memimpin ia tenggelam dalam gaya hidup yang berfoya-foya. Selain faktor tersebut terdapat faktor lain yaitu munculnya doktrin-doktrin  syiah yang dilancarkan oleh Abu Abdullah As-Syiah. Hal ini mengakibatkan kesenjangan antara pemerintahan Aghlabiyah dengan bangsa Barbar. Pada tahun 909 M dinasti Aghlabiyah pun hancur akibat serangan militer yang dibangun Ubaidillah al-Mahdi. Serangan tersebut berhasil mengalahkan kekuatan militer yang dimiliki oleh Dinasti Aghlabiyah. Akibat serangan tersebut, Ubaidillah berhasil merebut pemerintahan dan mengusir Ziyadatullah III ke Mesir.



 Selama kurang lebih 1 abad berdiri, dinasti Aghlabiyah memiliki 11 orang Amir, berikut ini adalah para Amir yang pernah memimpin dinasti Aghlabiyah :
1. Ibrahim I bin al-Aghlab (800-812 M).
2. Abdullah I (812-817 M).
3. Ziyadatullah I(817-838 M).
4. Abu ‘Iqal al-Aghlab (838-841 M).
5. Muhammad I (841-856 M).
6. Ahmad (856-863 M).
7. Ziyadatullah II(863 M).
8. Abu Ghasaniq Muhammad II (863-875 M).
9. Ibrahim (875-902 M).
10. Abdullah II (902-903 M).
11. Ziyadatullah III (903-909 M).

Peninggalan Dinasti Aghlabiyah
 Selama dinasti Aghlabiyah berdiri, terdapat beberapa peninggalan-peninggalan dinasti Aghlabiya, antara lain sebagai berikut :
1. Masjid Agung Qayruwan oleh Amir Ziyadatullah I.
Masjid Agung Qayruwan

Masjid Agung Tunis
2. Pembangunan Masjid Agung Tunis oleh Amir Ahmad.
3. Pembangunan pertanian dan irigasi yang berdampak merubah daerah yang tandus menjadi subur. 


Demikian lah sejarah singkat dari dinasti Aghlabiyah, semoga dengan artikel diatas dapat menambah wawasan kita dalam mengenal sejarah islam.