Kesultanan Delhi Part II
Assalamualaiakum sahabat blog miracle of islam,
kembali lagi di blog ini yang tiap bulannya akan membahas secara detail
dinasti-dinasti islam yang pernah berdiri di dunia. Pada kesempatan kali ini,
kita akan membahas kesultanan Delhi yang berdiri di India. Pada postingan sebelumnya,
kita telah membahas Dinasti Islam pertama di India yaitu, Dinasti Mamluk. Pada kesempatan
kali ini kita kan membahas dinasti Islam kedua di India yaitu, Dinasti Khalji.
Dinasti Khalji; Akhir Supremasi Turki di India
Dinasti
Khalji berasal dari nama Khalj, yang merupakan daerah pegunungan di Afganistan.
Perlu diketahui bahwa beberapa abad sebelumnya orang-orang berkebangsaan Turki sudah
menetap disana. Mereka sangat berjasa dalam Islamisasi di India. Kita telah
mengetahui bawah sebelum berdirinya dinasti Khalji di India, Dinasti Mamluk
sudah berdiri lebih awal dan berkuasa. Pada tahun 1287 M, Kaikobad diangkat
menggantikan Balban yang merupakan sultan dari dinasti Mamluk, akan tetapi
Kaikobad tidak mampu memangku kedudukannya sehingga ia hanya menjadi boneka
pejabatnya. Sultan muda ini lebih suka berfoya-foya dan tidak berpengalaman
dalam hal administrasi negara sehingga segera kehilangan semua kendali urusan
negara. Melihat itu, para pembesar istana pun bersekongkol mengkudetanya lalu
menggantikannya dengan putranya, Kaimus (1289 M) yang baru berusia tiga tahun,
agar pemerintahan tidak keluar dari garis keturunan Balban. Kepemimpinan Sultan Kaimus tidak menjanjikan
harapan bagi keberlangsungan Dinasti Mamluk, hingga berakhir di tangan klan
Khalji dengan tampuk kepemimpinan dipegang oleh Jalaluddin Firuz yang berhasil
melepaskan Kesultanan Delhi dari pengaruh bangsawan Turki. Kedudukannya diambil
oleh Jalaluddin Firuz yang berhasil menduduki Delhi dan merebut kekuasaan
sultan tahun 1290 M, kerajaan Islam pasca budak-budak Turki tersebut digantikan
oleh orang-orang Turki Khilji, berdirilah Dinasti Khalji dengan sultan
pertamanya Malik Firuz, ia naik tahta dengan gelar Jalal Ad-Din Firuz Khalji
(1290-1296).
Beriku
raja-raja dinasti Khalji
Jalaluddin Firuz (1290–1296)
Jalaluddin telah berusia 70 tahun ketika mengambil
alih kekuasaan Kesultanan Delhi. Dia sebenarnya masih memliki hubungan
kekerabatan dengan sultan Balban dan Sultan Kaikobad memberikan kepercayaan
kepadanya untuk menjadi wakilnya. Sampai akhirnya dia berhasil menjadi sultan
pada tahun 1290 M. Transisi kekuasaan ini dikenal dengan Revolusi Khalji.
Selama enam tahun masa pemerintahannya,
kelonggarannya dalam pengurusan negara menyuburkan arus perampokan dan
pemberontakan. Jalaluddin juga gagal melawan invasi Mongol dan gagal merebut
benteng Ranthambor dari Rajput. Kegagalan-kegagalan ini menandai bahwasanya dia
tidak layak menjadi penguasa. Akhirnya, keponakannya yang juga menantunya
bernama ‘Alauddin naik tahta dengan cara membunuhnya.
Alauddın Khaljı (1296–1316)
Alauddin merupakan penguasa ambisius, kekuasaannya
meliputi hampir seluruh wilayah India, termasuk Deccan yang bahkan penguasa
sekaliber Mahmud Ghaznawi, Mu’izzuddin Ghuri dan Balban tidak dapat menembus
wilayah tersebut disebabkan kondisi alamnya yang sulit. Oleh karena itu,
Alauddin juga dijuluki “sang penakluk Asia”.
Untuk memahami sepenuhnya sistem pemerintahan
Alauddin harus melihat kembali pada abad ketiga belas dan mencatat tren
sosial-ekonomi yang cukup menonjol. Motif yang menarik adalah kontinuitas
lembaga. Tidak hanya dengan memungut pajak menggunakan metode konvensional
India (terutama sistem bagi-hasil) yang sebagian besar tidak berubah oleh
penguasa baru akan tetapi juga ada agen pemungut pajak, rais (kepala),
chaudkris (kepala Parganas yaitu masyarakat desa) dan patwaris (akuntan desa)
sebagian besar masih dipertahankan. Penguasa-penguasa baru yang mengambil alih
lahan-lahan yang teramat luas kekurangan tenaga kerja dan membutuhkan dana.
Pajak pendapatan dipertahankan dalam jumlah yang rendah yaitu seperlima dari
penghasilan, sedangkan pedesaan-pedesaan
tidak terganggu.
Pada awal pemerintahannya, sejumlah pemberontakan
membuatnya mengambil tindakan segera untuk mencegah masalah lebih lanjut.
Pertama, dalam rangka mempertahankan dirinya dia meminta semua informasi
penting di ibukota dan provinsi, dan memperkuat departemen Intelejen. Dia juga menindak gagasan yang mengatakan
bahwa ‘kekayaan identik dengan pemberontakan”, dia mengekstrak kekayaan
sebanyak mungkin dari rakyatnya. Dia menuntut pajak penuh dari kepala desa
sedangkan pajak untuk petani ditingkatkan. Akhirnya, dalam rangka untuk menahan
para bangsawan dari persekongkolan untuk melawannya, dia mengeluarkan aturan
ketat yang melarang mereka berkumpul atau mengadakan pesta pernikahan tanpa
izin kerajaan.
Di bidang militer, Alauddin memiliki prestasi dalam
dua kategori: perang melawan invasi Mongol dan penaklukan wilayah-wilayah India
yang belum tertundukkan. Sepanjang abad ketiga belas, bangsa Mongol sangat kuat
sehingga bahkan seorang penguasa yang kuat seperti Balban harus membuat
kebijakan defensif dan menerima garis perbatasan yang tidak terlalu
menguntungkan. Alauddin menghadapi dua serangan Mongol di Delhi, termasuk
pengepungan kota; tetapi pada dua kesempatan ini, Mongol mundur. Invasi Mongol
kemudian diarahkan ke Punjab dan lembah
Gangga yang juga dikalahkan. Oleh karena itu pada akhir dekade pertama
pemerintahannya, dia memberikan kepastian perlindungan dari agresi eksternal ke
arah kekuasaannya. Kematian Duwa Khan penguasa Chaghatayid dari Transoxania
pada tahun 1306 berpengaruh terhadap penurunan tekanan Mongol di India.
Selama dua puluh tahun pemerintahannya, dipenuhi
dengan aktivitas militer dan penundukan-penundukan wilayah sekitar. Akuisisi
wilayah ini digolongkan menjadi tiga bentuk yaitu pemulihan wilayah,
penyerangan dan penaklukan daerah baru dan terakhir penundukkan daerah tanpa paksaan. Tujuan
utama dari ini semua adalah memperoleh upeti sebanyak mungkin sehingga
memakmurkan kesultanan Delhi dan mengamankan kedaulatan kesultanan Delhi.
Pada masa Alauddin tradisi Iqta’ yaitu pemberian
tanah kepada pejabat negara sebagai pengganti gaji diminimalisir hanya untuk
posisi-posisi tertentu seperti pejabat negara yang banyak berjasa bagi
kesultanan Delhi.
Alauddin adalah sultan pertama yang benar-benar
serius merencanakan reorganisasi sistem pendapatan diantaranya untuk
memaksimalkan pendapatan pemerintah, untuk menyamakan beban pajak di setiap
sektor penduduk pedesaan, dan untuk meminimalkan bahaya pemberontakan oleh para
bangsawan dan ketidakpuasan masyarakat. Dia juga yang memperkenalkan aturan
pengukuran tanah.
Sepeninggalan Alauddin, berturut-turut dua sultan
bernama Mubarak Khalji dan Khusru menggantikannya. Akan tetapi kesultanan
mengalami krisis akibat ketidakmampuan mereka memimpin negara dengan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar