Assalamualaikum
sahabat blogger miracle of islam J, kembali lagi di blog kami, yang akan mengupas
tuntas sejarah-sejarah peradaban islam didunia. Jika kemarin kami telah
membahas dinasti Ayyubiyah, kali ini blog miracle of islam akan membahas salah
satu dinasti yang terletak di India. Dinasti itu adalah dinasti Delhi, yang
merupakan kerajaan islam pertama di India. Awal permulaan tegaknya islam di
India tentunya tidak terlepas dari pengaruh kesultanan Delhi pada tahun 1206M.
Nama kesultanan Delhi, diambil berdasarkan nama kota di bagian utara India yang
menjadi ibu kota dinasti Delhi, yaitu kota Delhi. Tidak seperti kebanyakan
dinasti Islam yang pada umumnya runtuh dengan berakhirnya keturunan para
pendirinya, kesultanan Delhi berakhir setelah mengalami lima kali pergantian
kepemimpinan lima dinasti. Lima dinasti tersebut adalah Dinasti Mamluk, Dinasti
Khalji, Dinasti Tughlaq, Dinasti Sayyid, dan Dinasti Lodi.
1. Dinasti Mamluk - Pemerintahan Awal Kesultanan Delhi
A.
Quthb al-Din
al-Aybak (1206-1210)
Ketika
Mu’izzuddin terbunuh, Quthb al-Din al-Aybak berada di Delhi. Kemudian ia
menjadi pengganti Mu’izzuddin dalam memerintah India utara yang dipusatkan di
Delhi. Mu’izzuddin tidak hanya membebaskannya dari perbudakan tapi juga
memberikan kekuasaan kesultanan padanya. Akan tetapi selama empat tahun masa
pemerintahannya ditandai dengan perjuangan melawan Yildiz, penguasa Turki di
Ghazna dan Qabacha, penguasa Sind dan Multan. Selain itu Aybak juga melawan
pemberontakan raja-raja Hindu yang menentang kekuasaan muslim di India.
Kematian Aybk yang tiba-tiba pada tahun 1210 M mengakhiri karirnya yang
menjanjikan. Meskipun begitu, perannya sebagai letnan di masa kepemerintahan
Mu’izuddin Ghuri, juga dalam mempertahankan kekuasaan Islam di India
memposisikannya di tempat paling penting dalam sejarah Kesultanan Delhi.
Setelah meninggalnya Aybak, Aram shah yang merupakan putra dari Aybak diangkat
menjadi Sultan. Akan tetapi akibat ketidakmampuannya dalam menata Negara, mengharuskan
para pembesar istana Delhi mengangkat seorang raja bernama Iltumish yang juga
mantan budak. Dia adalah menantu Aybak yang pada saat itu menjabat sebagai
gubernur Badaun. Kecakapannya dalam dunia perpolitikan dan membesarkan negara
menjadikannya sebagai orang yang berpengaruh dan paling berjasa sepanjang
kesultanan Delhi.
B.
Sultan Iltumish
(1211-1236 M)
Seperti
yang telah disebutkan diatas, bahwa sultan Iltutmish naik tahta Delhi, saat
kesultanan berada dalam posisi sulit dan tidak stabil akibat ketidakcakapan Aram
Shah. Selain itu sikap menentang dari para jendral senior rekan Aybak seperti
Qabacha dan Yildiz dan juga perlawanan dari para penguasa Hindu. Akan tetapi,
hal yang paling mengancam diantara semuanya adalah kekuatan besar yang tumbuh
dari Chinggisid Mongol di Perbatasan Utara-Barat. Bangsa Khalji di Bengal dan
Bihar juga menarik dukungan mereka. Namun, semua hal itu tidak membuat sultan
Iltumish gentar. Dengan keberaniannya
yang besar, kecerdasannya dalam mengatur strategi dan pemanfaatan waktu
membuatnya dapat menghadapi semua kesulitan dan menangani berbagai masalah. Dia
mampu mengecam balik sikap permusuhan para jenderal Turki; membungkam
perlawanan Hindu; membangun kembali kekuasaannya di provinsi-provinsi timur,
juga menyelamatkan kerajaannya dari serangan pasukan Mongol.
Iltutmish
adalah penguasa berdaulat pertama Delhi dan dianggap sebagai pendiri Kesultanan
Delhi. Dia dianugrahi penghargaan untuk jasanya menciptakan fondasi negara yang
tahan lama, mengorganisir administrasi dan mengembangkan kebijakan politik
dasar negarawan. Pada tahun 1229 M, Al-Mustanshir, khalifah Abbasiah di
Baghdad, memberikan mandat otoritas kepada Iltutmish. Hal ini membuat
Kesultanan Delhi diakui secara legal pun moral di mata penguasa Muslim
ortodoks. Iltutmish juga menjaga hubungan baiknya dengan ulama dan mashayikh
sehingga ia diterima dan mendapat legitimasi bagi kesultanannya yang baru. Sebelum
wafat, Iltumish menunjuk putrinya, Razia sebagai pengganti disebabkan semua
anak laki-lakinya tidak punya kemampuan untuk mengatur negara. Wasiat ini
ditolak oleh para pembesar istana yang keberatan dengan sultan perempuan.
Sehingga, saudaranya Rukunuddin Firuz diangkat sebagai sultan. Asumsi Iltumish
terbukti, Rakunuddin tidak mampu memimpin kesultanan. Razia diangkat kembali
menjadi seorang penguasa di Delhi. Dia adalah penguasa perempuan pertama dalam
sejarah Islam. Pengangkatan ini memicu pemberontakan di mana-mana yang menolak
sultan perempuan pada tahun 1240 M, disamping itu Sultanah Razia pun tidak
memperoleh restu dari khalifah Abbasiah di Baghdad. Razia jatuh dan digantikan
oleh saudara laki-lakinya, Bahram Shah. Sama halnya seperti Rukunuddin, Bahram
pun tidak mampu memimpin. Selama kepemimpinan putra dan putri Iltumish yang tak
meyakinkan ini, memberikan kesempatan pasukan Mongol menekan perbatasan,
sehingga Lahore dan Multan menjadi sasaran penyerangan. Gubernur-gubernur di
provinsi juga memiliki kesempatan memperluas otonomi mereka sedangkan para
penguasa Hindu, khususnya Rajput, menunjukkan tanda-tanda ketidakpuasan.
Pada
tahun 1246 M pemerintahan diambil alih oleh Nasiruddin Mahmud yang yang
terkenal dengan kesalehan, kesederhanaannya dan paling baik pribadinya diantara
para penguasa abad ke-12 M. Konon, Nasiruddin tidak pernah menerima satu sen
pun uang negara sebagai gajinya. Dikarenakan Nasirudin tidak dianugrahi seorang
putra, maka ia digantikan oleh Ghiasuddin Balban seorang mantan budak dari
Sultan Iltumish.
C.
Ghiatsuddin
Balban (1266-1287)
Salah satu perkembangan penting pada periode
pasca-Iltutmish adalah keberadaan sekelompok bangsawan yang dikenal dengan nama
Ghulaman Chihilgani yang kesemuanya adalah budak Iltumish. Kira-kira arti dari nama
tersebut adalah komandan budak yang membawahi empat puluh budak. Kelompok ini
mendominasi lapangan dan memegang komisi kekuasaan selama tiga puluh tahun
sehingga keberadaan sultan hanyalah sebagai pimpinan boneka saja. Sosok terkuat
dan paling mendominasi diantara kelompok ini adalah Ghiasuddin Balban. Dia
telah memperoleh kekuasaan yang cukup besar bahkan sebelum aksesi Sultan
Nasiruddin Mahmud, penguasa terakhir dari garis keluarga Iltutmish. Tak lama
setelah aksesi Nasiruddin Mahmud, Balban dianggap sebagai na’ib al-mamlakat
(raja muda), yang mengakibatkan pengaruh bayangan sebagai wali mengurangi
kekuasaan sultan. Selama dua dekade Balban mengemudikan negara sebagai na’ib
al-mamlakat, Balban berusaha membendung kekacauan dekade anarki (1236-1246). Setelah
menjabat posisi tertinggi kesultanan, Balban meyakini bahwa kelemahan mahkota
terletak pada akar semua penyakit negara. Gagasan tentang monarki, pemerintahan
dan agama, terungkap dalam pidato-pidatonya kepada putra-putranya dan para
bangsawan, yang seringkali disebut sebagai ‘teori politik’ nya. Berbagai elemen
pemikirannya, meskipun tidak rumit atau cukup komprehensif untuk
dipertimbangkan sebagai sebuah teori, tetap masuk akal. Balban menampilkan kekuatan besar dan
kekejaman dalam menghancurkan rival politik, pemberontak, menghukum gubernur
dan kepala daerah yang keras kepala.
Balban
terkenal akan kediktatorannya, baginya the blood iron policy untuk keamanan dan
penegakan hukum Allah di negerinya. Sepeninggal sultan Balban, beliau
digantikan cucunya Kaikobad (1287-1289 M) yang bergelar Mu’izzuddin. Sultan
muda ini lebih suka berfoya-foya dan tidak berpengalaman dalam hal administrasi
negara sehingga segera kehilangan semua kendali urusan negara. Melihat itu,
para pembesar istana pun bersekongkol mengkudetanya lalu menggantikannya dengan
putranya, Kaimus (1289 M) yang baru berusia tiga tahun, agar pemerintahan tidak
keluar dari garis keturunan Balban.
Kepemimpinan Sultan Kaimus tidak menjanjikan harapan bagi
keberlangsungan Dinasti Mamluk, hingga berakhir di tangan klan Khalji dengan
tampuk kepemimpinan dipegang oleh Jalaluddin Firuz yang berhasil melepaskan
Kesultanan Delhi dari pengaruh bangsawan Turki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar