Assalamualaikum
sahabat blog miracle islam, pada kesempatan kali ini saya akan membahas salah
satu dinasti yang berdiri pada zaman dinasti Abbasiyah. Pada kesempatan
sebelumnya, seperti yang kita ketahui pada zaman dinasti Abbasiyah, muncul
dinasti yang beraliran syiah yakni dinasti Idrisiyah yang terletak di Maroko.
Dinasti ini dapat berdiri di karenakan Ibrahim Al – Aghlab berhasil
menggagalkan dinasti Idrisiyah dalam melakukan penyerangan kepada dinasti
Abbasiyah. Dinasti Aghlabiyah terletak di Afrika Utara. Perlu diketahui pada
saat pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid, ia mengangkat Ibrahim Al- Aghlab
sebagi Amir di wilayah tersebut pada tahun 800M. Karena Ibrahim Al-Aghlab
sangat mahir dalam menjalankan roda pemerintahan serta menjaga hubungan dengan
khalifah Harun Ar-Rasyid maka khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan kekuasaan
kepada Ibrahim meliputi hak-hak otonomi seperti kebijakan politik hingga
menentukan pengggantinya sebagai Amir. Sehingga berdirilah dinasti Aghlabiyah yang
tetap mengakui kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad.
Dinasti
yang terletak di Tunisia ini juga terkenal dengan armada angkatan lautnya yang
hebat. Sehingga pada masa berdirinya dinasti ini, ia dapat menaklukan
wilayah-wilayah seperti Italia Brindisi (836 M/221 H) Napoli (837M), Calabria
(838 M), Toronto (840 M ), Bari (840 M) dan Benevento (840 M). Karena tidak
tahan terhadap serangan berkepanjangan dari pasukan Aghlabiyah pada
Bandar-bandar Itali, termasuk kota Roma, maka Paus Yonanes VIII (872– 840 M)
terpaksa minta perdamaian dan bersedia membayar upeti sebanyak 25.000 uang perak
pertahun kepada dinasti Aghlabiyah. Pasukan Aglabiyah juga berhasil menguasai
kota Regusa di pantai Yugoslavia (890 M), Pulau Malta (869 M), menyerang pulau
Corsika dan Mayorka, bahkan mengusai kota Portofino di pantai Barat Italia
(890), kota Athena di Yunani-pun berada dalam jangkauan penyerangan mereka. Dengan
keberhasilan penaklukan-penaklukan tersebut, menjadikan Dinasti Aglabiyah kaya
raya, para penguasa bersemangat membagun Tunisia dan Sisilia.
Pada
dasarnya dinasti Aghlabiyah berdiri guna menghancurkan dinasti Idrisiyah yang
mengancam kewibawaan dinati Abbasiyah di Baghdad. Akan tetapi, pada
kenyataannya tidak ada satupun Amir dari dinasti Aghalabiyah yang berhadapan
langsung dengan dinasti Idrisiyah di Maroko. Hal ini di karenakan meletus
pemberontakan penduduk Tripoli (Libya) terhadap gubernur mereka. Ibrahim Al –
Aghlab pun berangkat untuk memadamkan pemberontakan orang-orang Libiya
tersebut. Setelah pemberontakan penduduk Libya mereda, muncul pula
pemberontakan bangsa Barbar secara meluas di berbagai daerah di Afrika Utara.
Hal ini membuat Ibrahim Al – Aghlab
memusatkan kekuatanya untuk meredakan dan menahan gejolak pemberontak. Ini lah
yang menyebabkan Ibrahim Al – Aghlab tidak dapat menyerang langsung dinasti
Idrisiyah di Maroko. Pada akhirnya usaha Ibrahim Al-Aghlab membuahkan hasil
yang membuat penduduk Libya dan sebagian besar bangsa Barbar tunduk pada
pemerintahannya. Pada tahun 811M, Ibrahim Al – Aghlab meninggal dunia pada saat
masa kejayaannya. Setelah Ibrahim Al-Aghlab meninggal, Abdullah I menggantikan
posisi ayahnya sebagai Amir. Akan tetapi Abdullah I tidak secakap ayahnya dalam
menjalankan roda pemerintahan, ia bersikap keras dalam pengumpulan pajak serta
tidak mau mendengar masukan para penasihat. Pada tahun 816 M, Abdullah I tewas
terbunuh setelah memerintah selama 5 tahun.
Ia
kemudian digantikan oleh putranya, Abdullah I (811-816), namun Abdullah
tidaklah sekuat dan seadil bapaknya. Dia telah mengambil tindakan keras dalam
pengumpulan pajak, tidak mengindahkan nasehat para penasehat hukumnya dan para
ulama. Dia kemudian terbunuh secara misterius setelah hanya memerintah selama
lima tahun.
Ziyadatullah
I (816-837) mewarisi saudaranya, Abdullah I, sebagai penguasa Afrika Utara. Dia
orangnya lebih cenderung memperhatikan nasehat para penasehatnya sebagaimana
leluhurnya, dan karakteristik pemerintahannya relatif lebih stabil. Pada tahun
825 sebuah pemberontakan terjadi dipelopori oleh Mansur yang berhasil menghimpun
beberapa pengikut dan mengancam Qayrawan. Namun, pada tahun berikutnya
Ziyadatullah I berhasil mengalahkan Mansur, yang kemudian meninggal tidak lama
setelah di penjara.
Kemakmuran
yang dicapai oleh rakyat di bawah pemerintahan Ziyadatullah I, ditambah dengan
tidak adanya perbedaan antara orang-orang Arab dan orang-orang Barbar, telah
mendorong mereka untuk mencari tanah baru. Faktor ini turut membangkitkan
semangat Bani Aglab untuk menduduki Sicilia dan sebagian besar Italia Selatan
selama abad ke-9.
Pada
tahun 827 Ziyadatullah menyerang Sicilia, di mana dia berhasil melumpuhkan
pasukan Bizantium di awal 828 di Syracuse, dan selanjutnya tahun 830 di
Palermo. Meskipun dengan berbagai kemenangan yang diraihnya di kota-kota
tersebut, namun Aglabiyah tidak mampu mempertahankan jalur suplai mereka dengan
Qayrawan, dan secara berangsur-angsur dengan terpaksa mereka melepaskan
pendudukan mereka atas kota-kota tersebut.
Penaklukan
dan pendudukan Aglabiyah terhadap Sicilia telah membentuk suatu pusat penting
bagi penyebaran peradaban Islam ke Eropa-Kristen. Bahkan renaisans di Italia
terjadi karena transmisi ilmu pengetahuan melalui pulau ini. Para penguasa
Dinasti Aglabiyah juga merupakan pembangun-pembangun yang antusias. Misalnya
Ziyadatullah I membangun kembali Masjid Raya Qayrawan dan Ahmad membangun
Masjid Raya Tunis. Di samping itu, berbagai pekerjaan di bidang pertanian dan
irigasi juga dilakukan, terutama di daerah-daerah selatan yang kurang subur.
Setelah
Ziyadatullah I wafat pada tahun 837, lima penguasa Aglabiyah berikutnya secara
berturut-turut berganti dengan cepat. Perselisihan internal dan pemberontakan
lokal terus terjadi sampai pada masa Ibrahim I yang memangku jabatan pada tahun
874. Dia punya karakter yang lebih tegas dan murah hati, meluangkan banyak
waktunya untuk mendengarkan keluhan-keluhan rakyatnya dan berusaha meringankan
penderitaan mereka. Dia dengan murah hati memberikan sumbangan-sumbangan dan
bantuan finansial yang tidak terikat kepada yang memerlukan. Oleh karena itu,
masyarakat umum senantiasa berlomba-lomba memberi dukungan kepadanya selama
dalam masa kritis. Puncak kemunduran dinasti Aghlabiyah adalah pada saat amir
terakhir yakni Ziyadatullah III menjabat. Pada saat Ziyadatullah III memimpin
ia tenggelam dalam gaya hidup yang berfoya-foya. Selain faktor tersebut
terdapat faktor lain yaitu munculnya doktrin-doktrin syiah yang dilancarkan oleh Abu Abdullah
As-Syiah. Hal ini mengakibatkan kesenjangan antara pemerintahan Aghlabiyah
dengan bangsa Barbar. Pada tahun 909 M dinasti Aghlabiyah pun hancur akibat
serangan militer yang dibangun Ubaidillah al-Mahdi. Serangan tersebut berhasil
mengalahkan kekuatan militer yang dimiliki oleh Dinasti Aghlabiyah. Akibat
serangan tersebut, Ubaidillah berhasil merebut pemerintahan dan mengusir
Ziyadatullah III ke Mesir.
Selama kurang lebih 1 abad berdiri, dinasti
Aghlabiyah memiliki 11 orang Amir, berikut ini adalah para Amir yang pernah
memimpin dinasti Aghlabiyah :
1.
Ibrahim I bin al-Aghlab (800-812 M).
2.
Abdullah I (812-817 M).
3.
Ziyadatullah I(817-838 M).
4.
Abu ‘Iqal al-Aghlab (838-841 M).
5.
Muhammad I (841-856 M).
6.
Ahmad (856-863 M).
7.
Ziyadatullah II(863 M).
8.
Abu Ghasaniq Muhammad II (863-875 M).
9.
Ibrahim (875-902 M).
10.
Abdullah II (902-903 M).
11.
Ziyadatullah III (903-909 M).
Peninggalan
Dinasti Aghlabiyah
Selama dinasti Aghlabiyah berdiri, terdapat beberapa peninggalan-peninggalan dinasti Aghlabiya, antara lain sebagai berikut :
1. Masjid Agung Qayruwan oleh Amir Ziyadatullah I.
Masjid Agung Qayruwan |
Masjid Agung Tunis |
2. Pembangunan Masjid Agung Tunis oleh Amir Ahmad.
3. Pembangunan pertanian dan irigasi yang berdampak merubah daerah yang tandus menjadi subur.
Demikian lah sejarah singkat dari dinasti Aghlabiyah, semoga dengan artikel diatas dapat menambah wawasan kita dalam mengenal sejarah islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar