Dinasti
Abbasiyah
Assalamualaikum
sahabat setia pembaca blogger miracle of
islam, kali ini kita akan membahas tentang Dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah
merupakan dinasti ke dua islam yang berdiri, yang mana sebelum Dinasti
Abbasiyah berdiri, terdapat dinasti Ummayah yang kemudian pada masa khalifah
Marwan II (Khalifah terakhir bani ummayah) mengalami kehancuran.
Pada artikel sebelumnya, telah sedikit
di bahas tentang dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah
Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas.
Dinamakan dinasti Abbasiyah karena pendiri serta para raja yang memimpin
dinasti Abbasiyah adalah Al-Abbas yang merupakan paman Nabi Muhammad SAW.
Dinasti Abbasiyah beridiri cukup lama yakni sekitar 524 tahun (132H – 656H)
yang mana selama dinasti ini berdiri terdapat suatu masa yang merupakan masa
kejayaan islam atau lebih dikenal dengan “The Golden age of Islam”.
Pada masa kekhalifahan Ummar bin Abdul Aziz
(khalifah ke-8 dinasti Ummayah), bani Abbas telah melancarkan aksi untuk
merebut kekuasaan dari dinasti Ummayah. Bani abbas merasa bahwa kekhalifahan
islam lebih berhak berada di tangan bani Abbas karena mereka merupakan
keturunan yang paling dekat dengan Nabi Muhammad SAW sedangkan menurut mereka
pula dinasti Ummayah berdiri karena merebut kekuasaan secara paksa yang
dilakukan pada saat peran siffin. Gerakan perebutan kekuasaan diawali oleh Ibrahim
al-Imam, Ali bin Abdullah bin Abbas dan Muhammad. Akan tetapi
mereka semua mengalami kegagalan. Baru setelah Abu Abbas yang memimpin
pergerakan barulah bani Abbas dapat merebut kekuasaan walaupun dengan adanya
pertumpahan darah karena khalifah Marwan II terbunuh pada tahun 132H yang
kemudian secara resmi terbentuklah dinasti Abbasiyah dengan Abu Abbas as-safah
sebagai khalifah pertama dinasti Abbasiyah.
Dinasti Abbasiyah dibagi menjadi lima
periode yaitu :
1. Periode
Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M)
Periode ini disebut periode pengaruh
Persia pertama. The Golden Age of Islam terjadi pada periode ini, karena pada
periode ini dinasti Abbasiyah mengalami puncak kejayaanya. Pada periode ini
para khalifah tak hanya menjadi pusat kekuasaan politik tapi juga agama. Tak
hanya itu, periode ini menjadikan masyarakat dinasti Abbasiyah menjadi makmur. Periode
ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan
dalam Islam. Diketahui pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid, dinasti
Abbasiyah yang memiliki ibu kota di Baghdad menjadi pusat para pencari ilmu
karena disana banyak sekali lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan dan juga
pada saat itu dinasti Abbasiyah memiliki 1000 orang dokter. Setelah periode ini
berakhir, dinasti Abbasiyah mengalami kemundurun di bidang politik meskipun
ilmu pengetahuan terus berkembang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Dinasti
Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pada perkembangan peradaban dan
kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah.
2. Periode
Kedua (232 H/ 847 M – 334 H/ 945 M)
Periode ini disebut masa pengaruh Turki
pertama. Untuk mengontrol kekhalifahannya Al-Ma’mun bergantung kepada dukungan
Tahir, seorang bangsawan Khurasan yang sebagai imbalan diangkat sebagai
gubernur di Khurasan (820-822) dan jenderal bagi seluruh pasukan Abbasiyah
dengan janji bahwa jabatan ini akan diwarisi oleh keturunannya. Al-Ma’mun dan
Al-Mu’tashim mendirikan dus kekuatan bersenjata yaitu; pasukan syakiriyah yang
dipimpin oleh pemimpin lokal dan pasukan Gilman yang terdiri dari budak-budak
belian Turki. Yang penting dicatat disini adalah kalau pada masa kejayaannya
bani Abbas mendapat dukungan militer dari rakyatnya sendiri, pada masa
kemunduran ini mereka bergantung kepada pasukan asing untuk dapat berkuasa atas
rakyatnya sendiri, sehingga pemerintahan pusat menjadi lemah. .Masa-masa
berikutnya sampai kedatangan kekuatan Bani Buwaih.
3. Periode
Ketiga (334 H/ 945 M – 447 H/ 1055 M)
Periode ini adalah periode masa
kekuasaaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini
disebut juga masa pengaruh Persia kedua. Abu Syuja’ Buwaih adalah seorang
berkebangsaan Persia dari Dailam. Ketiga anaknya : Ali (‘Imad al-Daulah), hasan
(Rukn al-Daulah), dan Ahmad (Mu’izz al-Daulah) merupakan pendiri dinasti Bani
Buwaih. Kemunculan mereka dalam panggung sejarah Bani Abbas bermula dari
kedudukan panglima perang yang diraih Ali dan Ahmad dalam pasukan Makan ibn kali
dari dinasti saman, tetapi kemudian berpindah ke kubu Mardawij. Kemudian ketiga
orang bersaudara ini menguasai bagian barat dan barat daya Persia, dan pada
tahun 945, setelah kematian jenderal Tuzun (penguasa sebenarnya atas Baghdad)
Ahmad memasuki Baghdad dan memulai kekuasaan Bani Buwaih atas khalifah
Abbasiyah.
Dengan berkuasanya Bani Buwaih, aliran
Mu’tazilah bangkit lagi, terutama diwilayah Persia, bergandengan tangan dengan
kaum Syi’ah. Pada masa ini muncul banyak pemikir Mu’tazilah dari aliran Basrah
yang walaupun nama mereka tidak sebesar para pendahulu mereka dimasa
kejayaannya yang pertama, meninggalkan banyak karya yang bisa dibaca sampai
sekarang. Selama ini orang mengenal Mu’tazilah dari karya-karya lawan-lawan
mereka, terutama kaum Asy’ariyah. Yang terbesar diantara tokoh Mu’tazilah
periode kebangkitan kedua ini adalah al-Qadi Abd al-jabbar, penerus aliran
Basra setelah Abu Ali dan Abu Hasyim.
4. Periode
Keempat (447 H/1055 M – 590 H/ 1194 M)
Periode ini adalah masa kekuasaan
dinasti Bani Saljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah atau disebut juga
dengan masa pengaruh Turki kedua. Saljuk (Saljuq) ibn Tuqaq adalah seorang
pemimpin kaum Turki yang tinggal di Asia Tengah tepatnnya Transoxania atau Ma
Wara’ al-Nahar atau Mavarranahr. Thughril Beg, cucu Saljuq yang memulai
penampilan kaum Saljuk dalam panggung sejarah. Pada tahun 429/1037 ia tercatat
sudah menguasai Merv. Kekuasaannya makin bertambah luas dari tahun ke tahun dan
pada tahun 1055 menancapkan kekuasaannya atas Baghdad.
Tughril meninggal tanpa meninggalkan
keturunan dan digantikan kemenakannya Alp Arselan yang kemudian digantikan
puteranya Maliksyah yang merupakan penguasa terbesar dari dinasti Saljuk.
Sesudah itu bani Saljuk mengalami kemunduran sebelum kekuasan mereka di Baghdad
pudar sama sekali pada tahun 552 H/ 1157 M. Dalam bidang keagamaan, masa ini
ditandai dengan kemenangan kaum Sunni, terutama dengan kebijakan Nidham
al-Muluk mendirikan sekolah-sekolah yang disebut dengan namanya Madaris
Nidhamiyyah. Hal lain yang perlu dicatat dari masa ini dan masa sebelumnya
adalah munculnya berbagai dinasti di dunia Islam yang menggambarkan mulai
hilangnya persatuan dunia Islam di bidang politik. Seperti dinasti Fatimiyah
lahir di Mesir (969) dan bertahan sampai tahun 1171. Dari segi budaya dan
pemikiran keagamaan, terdapat berbagai wilayah dengan pusatnya sendiri yang
masing-masing mempunyai peran sendiri dalam mengekspresikan Islam, sesuai
dengan kondisi masing-masing. Misal, Andalus dan Afrika Utara mengembangkan
seni yang mencapai puncaknya pada al-Hambra dan pemikiran filsafat denngan
tokoh Ibn Tufail dan Ibn Rusyd.
5. Periode
Kelima (590 H/ 1194 M – 656 H/ 1258 M)
Periode ini adalah masa khalifah bebas
dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota
Baghdad. Sesudah Saljuk, para khalifah tidak lagi dikuasai oleh kaum tertentu.
Tetapi, negara sudah terbagi-bagi dalam berbagai kerajaan kecil yang merdeka.
Khalifah al-Nashir (1180-1255) yang berusaha untuk mengangkat kewibawaan
kekhalifahan Abbasiyah. Untuk itu ia mencari dukungan atas kedudukannya dengan
bekerja sama dengan suatu gerakan dari orang-orang yang memuja Ali. Dari
kalangan pengrajin dan pedagang meyakini Ali sebagai pelindung korporasi.
Anggota dari gerakan ini bertemu secara teratur, dan tidak jarang melakukan
latihan-latihan spiritual dibawah pimpinan seorang pir. Al-Nashir menempatkan
dirinya sebagai pelindung dari gerakan ini. Sementara itu, kekuatan Mongol
Tartar mulai merayap dari arah timur dan pada tahun 656 H/1258 H, Hulagu dengan
pasukannya memasuki Baghdad dan membunuh khalifah al-Musta’shim dan membunuh
penduduk kota ini. Mereka menjarah harta, membakar kitab-kitab dan
menghancurkan banyak bangunan. Dengan demikian berakhirlah kekhalifahan Bani
Abbas di Baghdad.
Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran
akibat dua factor, yakni factor internal serta external
Faktor Internal :
Dalm buku yang ditulis Abu Su’ud disebutkan
faktor-faktor intern yang membuat Daulah Abasiyah lemah kekudian hancur antara
lain :
1.
Adanya persaingan tidak sehat diantara
beberapa bangsa yang terhimpun dalam Daulah Abasiyah, terutama Arab, Persia,
dan Turki.
2.
Terjadinya perselisihan pendapat
diantara kelompok pemikiran agama yang ada, yang berkembang menjadi pertumpahan
darah.
3.
Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai
akibat perpecahan sosial yang berkepanjangan.
4.
Akhirnya
terjadi kemerosotan tingkat perekonimian sebagai akibat dari bentrokan politik.
Faktor External :
Selain factor internal terdapat juga
factor external yang memengaruhi kemunduran dinasti Abbasiyah yaitu adanya
serangan bangsa mongol yang merupakan bangsa dengan penunggang kuda terbaik
pada masa itu dan juga merupakan bangsa yang menjadi musuh cina. Serangan
bangsa Mongol dapat menghancurkan dinasti Abbasiyah di Baghdad, mereka juga tak
hanya membantai tentara kerajaan Abbasiyah tetapi juga rakyat. Dapat dikatakan
kehancuran dinasti Abbasiyah di penuhi dengan darah
Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita
semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar